Menemukan Kembali Persahabatan bersama Alam: Resensi Buku Sacred Nature

Sejak awal kehadirannya di bumi, manusia memandang alam sebagai sesuatu yang sakral dan ilahiah. Dalam berbagai agama dan keyakinan, alam digambarkan sebagai hal kudus yang mengilhami segalanya dari rasa takut, kekaguman, hingga perenungan yang khidmat. Namun kini, bahkan saat kita mengagumi alam, kita jarang menganggapnya sebagai sesuatu yang sakral.

Berdasarkan pengetahuan luas tentang berbagai tradisi keagamaan dunia, Karen Amstrong menggambarkan posisi sentral alam dalam spiritualitas selama berabad-abad. Dengan cara itu, Karen mengajak para pembaca untuk menemukan kembali kesakralan alam di zaman modern.

Karen Amstrong yang merupakan penulis yang membahas seputar agama-agama. Diantaranya seperti Sejarah Tuhan, Berperang Demi Tuhan, Masa Depan Tuhan, Muhammad, The Lost Art Of Scropture, dan masih banyak lagi. Pada buku ini turut menyadurkan keresahannya terhadap alam dan masa depannya yang mana pada zaman modern ini kian tergerus. Manusia masuk pada tataran materialisme yang dominan, sehingga mengenyampingkan bahkan melupakan hal-hal yang yang bersifat sakral serta metafisik yang terdapat pada alam itu sendiri.

Karen Amstrong turut menyinggung bagaimana cara berpikir manusia dari mitos ke logos yang cendrung bias dan kerap mempertentangkan keduanya. Sehingga menimbulkan manusia saat ini yang enggan terhadap mitos, yang mana menurutnya dengan mitos-mitos ini manusia dapat bertahan hidup bersama alam dengan sehat. Dengan berbagai kepercayaan agama, tak luput satu agamapun yang memberi pesan untuk peduli dan melestarikan alam dengan sebaik mungkin.

Seperti halnya di India dengan kepercayaan Hindu telah ada ribuan tahun lalu, adanya ritual pengurbanan sebagai bentuk rasa syukur akan kelimpahan yang telah diberikan Tuhan melalui alam. Buddhisme, Daoisme (Taoisme), serta Konfusianisme yang membentuk perilaku moral manusia sehingga peduli terhadap alam. Karena bagaimanapun di samping kehancuran pemimpin yang menyengsarakan rakyat, juga turut dibutuhkan bagaimana upaya untuk bertahan hidup melalui kesadaran ekologis. Sehingga di Cina pada abad 10 Masehi, terbentuk sintesis dari pemikiran tersebut yang kini disebut dengan Neo-Konfusianisme.

Selain itu, Karen juga turut memaparkan bagaimana pesan-pesan dari teks-teks agama Abrahamik (Agama Langit). Yang mana firman Tuhan langsung turut memberi pesan bagaimana manusia harus tetap sejalan dan membangun harmonisasi bersama alam.

“Di dunia modern, kita jarang mengungkapkan rasa syukur yang dirasakan nenek moyang kita atas irama-irama alam. Hal-111.

Sehingga dalam buku ini, menarik konteks kekinian manusia yang tidak memiliki respon rasa syukur seperti halnya zaman nenek moyang terdahulu. Bahkan di zaman mereka, untuk terbit dan terbenamnya matahari merupakan sebuah peristiwa yang sakral yang patut diresapi. Maka dari itu tak heran bagi kita yang hidup di zaman serba ada dan berkemajuan ini, merasakan begitu cepat bergulirnya waktu, hingga satu tahun terasa satu bulan. Karena kita kerap menganggap bahwa setiap pergantian maupun rotasi bumi merupakan hal yang lumrah tanpa penghayatan.

Adapun buku yang ditulis selama pandemi Covid-19 ini, turut membawa kita pada refleksi akan eksistensi kehidupan dan juga menjaga eksistensi alam itu sendiri. Dengan alur setiap bab yang memberi renungan-renungan diantaranya mitos dan logos, Alam yang Sakral, Kekudusan Alam, Dunia Kita yang Retak, Pengurbanan, Kenosis, Rasa Syukur, Kaidah Emas, Ahimsa, Lingkaran-Lingkaran Kosentris.

Yang mana setiap bab turut memberi premis-premis yang menarik dari setiap pandangan berbagai kepercayaan. Sehingga pada tahap selanjutnya dengan sub bab yang diberi nama “Jalan Kedepan” lebih mudah dipahami, karena turut serta mengiringi konteks zaman saat ini dan Karen menawarkan solusi kedepannya. Secara penggunaan bahasa, terdapat beberapa bahasa asing, yang unik untuk dipahami.

Juga terdapat beberapa penggalan ayat suci maupun ucapan dari tokoh tertentu sehingga membuat tulisan Karen begitu terkuatkan beserta opininya. Adapun beberapa kekurangan dari buku ini, yakninya masih terdapat beberapa kalimat yang terbilang sulit untuk dipahami. Hal ini mungkin dikarenakan pada proses penerjemahan. Selain itu juga, bahasa yang kurang lugas sehingga cendrung berbelit banyak ditemukan dalam buku ini. Sehingga apabila di evaluasi akan lebih memberi warna menarik.

Pada akhirnya buku yang berjudul Sacred Nature ini, turut memberi wawasan dan paradigma yang berarti akan relasi kehidupan manusia dengan alam. Penulis yakninya Karen Amstrong berhasil memadukan berbagai persepektif kepercayaan baik itu yang Abrahamik maupun non-Abrahamik menjadi sebuah pesan-pesan moral terhadap alam bagi kehidupan manusia kedepannya. Karena dengan berbagai permasalahan yang kompleks, manusia di zaman ini kerap abai akan seberapa penting dan berjasanya alam, sehingga mereka hanya merasa hidup dengan akal (logis) mereka.

Identitas Buku:

Judul: Sacred Nature: Bagaimana Memulihkan Keakraban dengan Alam
Penulis: Karen Amstrong
Penerjemah: Yuliani Liputo
Penerbit: Mizan Pustaka
Halaman:169 halaman

Loading

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *