Dalam Perspektif Hadis, Apakah Boleh Wanita Haid Masuk Masjid?

Masjid adalah tempat ibadah bagi umat Islam perempuan maupun laki-laki, masjid tidak hanya tempat shalat saja, tetapi juga dipakai sebagai tempat kegiatan keagamaan umat Islam.

Haid adalah pubertas yang terjadi pada wanita karna peralihan antara masa anak-anak ke dewasa, bisanya terjadi pada usia 9-18 tahun. Haid ialah darah yang keluar dari ujung rahim perempuan ketika sehat, bukan semasa melahirkan bayi atau bukan semasa sakit yang keluar dalam masa tertentu. Mazhab Maliki mendefinisikan haid adalah darah yang keluar pada perempuan dengan sendirinya pada waktu tertentu. Sedangkan Mazhab Syafi’i mendefinisikan haid adalah darah yang keluar dari rahim perempuan dimana darah yang keluar bukan penyakit itu tidak lebih dari 15 hari.

Hadis yang melarang wanita haid masuk masjid diriwayatkan oleh Imam Abi Dawud No indeks 232 sebagai berikut:

حدثنا مُسَدَّدٌ، ثنا عَبْدُ الْوَاحِدِ بن زِيَادٍ، ثنا الأفْلَت قال : حَدَّثَنِي جَسْرَةُ بِنْتُ دِجَاجَةَ قَالَتْ: سَمِعْتُ عَائِشَةَ رضي الله عنها تَقُولُ: جَاءَ رَسُولُ اللهِ ﷺ وَوُجُوهُ بُيُوتِ أَصْحَابِهِ شَارِعَةٍ فِي الْمَسْجِدِ، فقالَ: ((وَهُوا هَذِهِ الْبُيُوتَ عن الْمَسْجِدِ))، ثُمَّ دَخَلَ النَّبِيُّ ﷺ وَلَمْ يَصْنَعِ الْقَوْمُ شَيْئًا رَجَاءَ أَنْ يَنْزِلَ فيهم رُحْصَةٌ، فَخَرَجَ إِلَيْهِمْ بَعْدُ فقال : ((وَجَهُوا الْبُيُوتَ عن الْمَسْجِدِ فَإِنِّي لَا أُحِلُ الْمَسْجِدَ لِحَائِضِ وَلا جُنُبٍ))

Musaddad telah menceritakan kepada kami, Abdul Wahid bin Ziyad telah menceritakan kepada kami, al-Aflat, menceritakan kepada kami, dia berkata telah menceritakan kepada saya Jasrah bint Dijajah berkata, saya mendengar, Aishah RA. berkata: Rasulullah SAW telah datang dan rumah para sahabat menghadad ke masiid. Nabi bersabda palingkan rumah ini dari masjid. Kemudian Nabi masuk dan para sahabat membiarkan rumahnya seperti dulu untuk mengharap turunnya rukhsah. Maka Nabi keluar dan bersabda: palingkan rumah ini dari masjid, sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid bagi perempuan haid dan orang junub.

Hadis nabi yang menunjukkan redaksi dibolehkan wanita haid masuk masjid diriwayatkan oleh Imam Abi Dawud No Indeks 261 sebagai berikut:

حدثنا مُسَدَّدُ بن مُسْرَهَدِ، ثنا أبو مُعَاوِيَةَ، عن الأعْمَشِ، عن ثَا بِتِ بن عُبَيْدِ، عن الْقَا سِمِ، عن عائشة قالت: ((قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ اعَةِ : نَا ولِينِي الخُمْرَةَ مِنَ الْمَسْجِدِ)). قُلْتُ: إِنّي حَا ئِضٌ. فقال رَسُرلُ اللهِ ايِ : (( إِنَّحَيْضَتِكِ لَيْسَتْ فِي يَدِكِ)).

Musaddad bin Musrahad telah bercerita kepada kami, Abu Mu’awiyah telah bercerita kepada kami, dari A’mash, dari Thabit bin ‘Ubaid, dari Qasim, dari ‘Aisyah berkata: Rasulullah bersabda padaku, ambilkanlah aku al-khumrah (sajadah) dari masjid, ‘Aisyah berkata: sesungguhnya aku sedang haid, Nabi bersabda: sesungguhnya haidmu bukan di tanganmu.

Kedua hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abi Dawud tersebut berkualitas sahih, sanad hadisnya memenuhi syarat sahih yaitu muttasil, tsiqah, dan dhabit. Akan tetapi mengapa dua hadis tersebut bertentangan? Berikut analisis penyelesaian hadis:

Hadis pertama melarang wanita haid masuk masjid berdasarkan perintah Nabi kepada para sahabat untuk memalingkan pintu rumah mereka dari masjid, dengan alasan bahwa masjid tidak dihalalkan bagi wanita haid atau orang junub. Namun, hadis ini dipahami sebagai larangan berdiam lama di masjid atau ketika ada kekhawatiran mengotori masjid. 

Hadis kedua menunjukkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan ‘Aisyah, yang sedang haid, untuk mengambil sajadah di masjid. Hal ini menunjukkan pembolehan wanita haid masuk masjid jika hanya untuk kebutuhan tertentu tanpa berdiam lama dan tanpa risiko mengotori masjid. 

Kedua hadis tampak bertentangan, tetapi dapat diselesaikan dengan metode “al-Jam’u wa al-Tawfiq” (mengkompromikan), yang menyimpulkan bahwa wanita haid dilarang masuk masjid jika berdiam lama atau berisiko mengotori masjid, namun diperbolehkan jika hanya lewat atau ada keperluan tertentu tanpa risiko tersebut. 

Ada perbedaan pendapat ulama terkait tentang wanita haid masuk masjid. Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa lewat di masjid boleh dilakukan orang yang junub, haid dan nifas asalkan tidak diam atau berputar-putar di dalam masjid. Kalau masuk dari satu pintu dan keluar dari pintu yang lain itu boleh. Sedangkan kalau masuk dan keluar dari pintu yang sama itu tidak boleh karena itu termasuk berputar. Kecuali apabila ia awalnya bermaksud keluar dari pintu lain selain tempat masuknya tapi ternyata tidak bisa maka hal itu dibolehkan.” Maliki membolehkan wanita haid masuk masjid, baik ada kebutuhan maupun tidak. Mazhab Hanafi melarang kecuali tidak ada jalan lain, dengan syarat harus berwudhu atau bertayammum. Mazhab Hanbali membolehkan jika ada keperluan tertentu.

Diungkapkan bahwa perempuan haid lebih utama untuk diberi keringanan dibandingkan orang yang junub, karena junub biasanya terjadi atas kehendak manusia, sedangkan haid adalah ketetapan Allah SWT yang tidak dapat dicegah. Oleh karena itu, perempuan haid lebih utama mendapatkan uzur dibandingkan orang junub, dan diperbolehkan untuk masuk masjid.

Dalam konteks modern, alat kebersihan seperti pembalut meminimalkan risiko mengotori masjid, sehingga wanita haid diperbolehkan masuk masjid jika yakin tidak akan mengotori dan hanya untuk keperluan tertentu. Dengan demikian wanita haid dibolehkan masuk masjid dengan syarat jangan sampai mengotori dan jika khawatir mengotori maka hindari masuk masjid.

Penulis: Hesti Humairoh (Mahasiswa Program Studi Ilmu Hadis UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi)

Editor: Khairini

Loading

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *