Salat Tarawih merupakan salah satu shalat sunnah yang hanya disyariatkan khusus di dalam bulan Ramadhan, karena Nabi juga melakukan tarawih ini hanya pada bulan Ramdhan serta dilakukan secara jama’ah. Istilah Qiyamu Ramadhan ada yang menyebutnya shalat Tarawih dan shalat Tahajud, karena kedua shalat tersebut dilakukannya pada saat malam hari, hanya saja shalat tarawih dilakukan berjama’ah. Sedangkan shalat tahajud dilakukan sendiri-sendiri utamanya. Tuan A. Hasan (Tokoh Pesantren Persis dari Bangil) menuliskan dalam bukunya yang berjudul “Pengajaran Shalat” bahwasanya “Sembayang sunnat malam, kalau dikerjakan di malam bulan puasa, dinamakan tarawih, dan kalau dikerjakan di lain-lain malam dinamakan tahajud”.
Hadis tentang jumlah raka’at tarawih:
Terdapat jumlah raka’at yang disunnahkan oleh para ulama, baik itu 11, 23, 39 rakaatnya. Dalam hal ini akan dijelaskan sebagai berikut:
Jumlah raka’at tarawih 23 raka’at
حدثنا وكيع عن مالك بن أنس عن حيي بن سعيد ان عمر بن الخطاب امر رجلا بهم عشرین رکعه
Artinya : Waki’ telah menceritakan hadist, dari Malik bin Anas, Yahya bin Sa’id, bahwa Umar bin Khattab memperintahkan kepada seorang laki-laki agar menjadi Imam Shalat tarawih dengan jumlah raka’at 20. (HR. Ibnu Abi Syaibah)
Jumlah raka’at tarawih 39 raka’at
ستحب وتت والثالثون ركعة ثالث وتر عليه من العدد يف قيام رمضان س الذي اسرت املل فيه أتس اجلاعة 1 بعمر رضي هللا عنه واستمارا العمل
Artinya: Adapun praktik yang terus menerus dilakukan untuk shalat tarawih adalah 36 raka’at ditambah dengan witir 3 raka’at, dan disarankan dilakukan dengan berjama’ah berdasarrkan amaliyah Ummar. Ra.
Jumlah raka’at tarawih 11
حدثنا عبيد الله بن موسى, قال: أخبرنا حنظلة, عن القاسم بن محمد, عن عائشة رضي الله عنها, قالت: كان النبي صلى الله عليه وسلم يصلي من الليل ثلاث عشرة ركعة منها الوتر, وركعتا الفجر
Artinya: Diceritakan Ubaidullah bin Musa dan berkata, Handzalah telah mengabarkan hadist kepada kami, dari Sayyid Qasim bin Nabi Muhammad SAW, dari ‘Aisyah RA berkata: Nabi Muhammad SAW melakukan shalat sunnah di waktu malam sebanyak 13 raka’at, termasuk sudah witir, dan dua raka’at sunnah fajar. (HR. Al-Bukhari).
Pendapat ulama terkait persoalan di atas:
Mazhab Hanafi dan Hanbali menganjurkan 20 rakaat berdasarkan praktik Umar bin Khattab. Mazhab Maliki mendukung 36 rakaat sesuai tradisi Madinah sedangkan Mazhab Syafi’i cenderung memberikan fleksibilitas, baik 11, 20, maupun 36 rakaat.
Ulama kontemporer seperti Syaikh Nashruddin al-Albani berpegang pada riwayat 11 rakaat berdasarkan hadis Aisyah, dengan menyebutnya sebagai sunnah yang lebih utama, tanpa menolak jumlah rakaat lainnya.
Jadi, perbedaan jumlah rakaat shalat Tarawih ini mencerminkan keluwesan syariat Islam dalam menghadapi berbagai kondisi. Tidak terdapat jumlah rakaat yang mutlak, sehingga umat dapat memilih berdasarkan kemampuan dan kondisi masing-masing, baik 11, 23, maupun 36 rakaat. Perbedaan ini bukanlah masalah esensial, melainkan bagian dari kekayaan khazanah fiqih Islam yang tetap menjunjung tinggi nilai ibadah dan kebersamaan.
Dengan demikian, perbedaan jumlah rakaat shalat Tarawih yang muncul dalam berbagai riwayat hadis tidaklah bersifat kontradiktif, melainkan menunjukkan fleksibilitas syariat Islam. Riwayat dari Aisyah RA yang menyebutkan 11 rakaat menggambarkan kebiasaan pribadi Rasulullah SAW dalam melaksanakan shalat malam. Sementara itu, riwayat 20 rakaat berasal dari ijtihad Umar bin Khattab yang bertujuan untuk menyatukan umat dalam pelaksanaan ibadah Ramadhan secara berjamaah. Adapun riwayat 36 rakaat merupakan adaptasi lokal masyarakat Madinah yang disesuaikan dengan kondisi mereka.
Ulama klasik dan kontemporer memberikan pandangan yang beragam terkait jumlah rakaat Tarawih, dengan tetap mengakui bahwa inti dari ibadah ini adalah menjaga semangat Qiyam Ramadhan dan kebersamaan umat. Dengan demikian, perbedaan jumlah rakaat ini tidak perlu diperdebatkan secara kaku, melainkan dipandang sebagai bagian dari khazanah fiqih Islam yang menghargai keberagaman.
Penulis: Muhammad Thoriq (Mahasiswa Program Studi Ilmu Hadis UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi)
Editor: Khairini