Dalam kehidupan sehari-hari di era globalisasi ini, kita sering menemukan berbagai karya seni, baik berupa gambar maupun patung. Namun, isu hukum terkait gambar dan patung dalam agama Islam ini masih menjadi perdebatan yang kontroversial di masyarakat. Beberapa ulama berpendapat bahwa pembuatan patung dan gambar diperbolehkan jika tidak digunakan untuk penyembahan atau tujuan buruk, sementara yang lain menganggapnya haram jika menyerupai makhluk hidup. Hal ini menciptakan pemahaman yang beragam di kalangan umat Islam mengenai karya seni dan ekspresi budaya dalam konteks keagamaan.
Maka dalam artikel ini, penulis berusaha menjelaskan bagaimana hukum Islam memandang gambar dan patung ini, yang berdasarkan sumber-sumber dari syariat Islam. Penulis akan mengupas pandangan ulama terhadap permasalahan tersebut. Dengan demikian, kita dapat memahami bagaimana posisi seni tersebut dalam kerangka ajaran agama Islam yang fleksibel, serta bagaimana seni dapat berkontribusi pada ekspresi budaya tanpa melanggar prinsip-prinsip atau norma-norma agama.
Sebagai sumber ajaran Islam yang pertama, Al-Qur’an sangat memainkan peran penting dalam penetapan sebuah hukum, di mana Al-Qur’an berfungsi sebagai pedoman utama bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Selain itu, yang kedua yang sangat berperan penting adalah hadis Nabi Muhammad SAW, yang memberikan penjelasan dan rincian lebih lanjut mengenai ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an, ayat yang menjadi acuan tersebut adalah Q.S. Al-Anbiya ayat 51-54, di mana Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَةً مِنْ قَبْلُ وَ كُنَّا بِهِ علِمِينَ
Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya.
إِذْ قَالَ لِا بِيْهِ وَقَوْمِهِ مَا هُذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عُكِفُونَ
(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?”
قَالُوا وَجَدْنَا آبَاءَنَا لَهَا عُبِدِينَ
Mereka menjawab: “Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya”.
قَالَ لَقَدْ كُنْتُمْ أَنْتُمْ وَا بَاؤُكُمْ فِي ضَلَلٍ مُّبِيْنٍ
Ibrahim berkata: “Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata”.
Dalam hadis juga disebutkan bahwa Nabi juga bersabda :
عَنْ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الَّذِينَ يَصْنَعُونَ هَذِهِ الصُّوَرَ يُعَذِّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُقَالُ لَهُمْ أخيُوا مَا خَلَقْتُمْ . متفق عليه
“Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya orang- orang yang membuat gambar-gambar ini akan disiksa di hari kiamat. Kepada mereka dikatakan: Hidupkanlah apa-apa yang kamu buat itu.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
إِنَّ مِنْ أَشَدَّ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَذَابًا الْمُصَوِّرُونَ
Sesungguhnya, di antara penghuni neraka yang paling berat siksaannya di hari kiamat adalah para pelukis (gambar yang bernyawa). (HR Bukhari dan Muslim).
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ كُنتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ لِي صَوَاحِبْ يَلْعَبْنَ مَعِي فَكَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَيَّ فَيَلْعَبْنَ معي [رواه البخاري]
“Diriwayatkan dari Aisyah ra ia berkata: Aku selalu bermain boneka di dekat Nabi SAW. Aku mempunyai beberapa orang teman yang bermain bersamaku. Apabila Rasulullah SAW datang mereka bubar, lalu beliau mengumpulkan mereka untuk bermain kembali bersamaku.” (HR. Al-Bukhari).
Ayat di atas menjelaskan teguran keras Nabi Ibrahim terhadap penyembahan patung-patung, sebagai bentuk penolakan terhadap praktik syirik kepada Allah SWT. Nabi Ibrahim menegur kaumnya, termasuk ayahnya sendiri, sekaligus memberikan pemahaman bahwa patung-patung tersebut tidak mungkin menjadi penolong mereka, terutama pada hari kebangkitan.
Terkait dengan hadis larangan pembuatan patung dan gambar, larangan ini muncul pada masa ketika patung dan gambar sering dijadikan sebagai media penyembahan oleh masyarakat Arab, sehingga Nabi dengan tegas melarang pembuatannya.
Ayat dan hadis di atas juga dapat dipahami dalam konteks bahwasanya selama patung atau gambar tersebut tidak digunakan untuk membawa kesyirikan kepada Allah SWT, maka hal ini boleh boleh saja. Seperti yang digunakan untuk tujuan tertentu seperti pendidikan, seni, atau pembelajaran, misalnya dalam ilmu kedokteran untuk memahami anatomi manusia maka dipebolehkkan. Contoh lainnya adalah patung Ibn Khaldun di Tunisia, patung Ibn Sina di Uzbekistan dan Tajikistan, serta monumen Jalaluddin Rumi di Turki. Selama tidak menimbulkan kesyirikan dan hanya digunakan sebagai simbol penghormatan atau sarana pendidikan, hal tersebut diperbolehkan.
Dalam hal ini para mayoritas ulama mazhab sangat sepakat bahwa hukum tentang gambar dan patung adalah haram. Namun ada sedikit perbedaan di antara pendapat mereka, seperti pendapat berikut:
1. Imam Hanafi
Menggambar dan membuat patung makhluk hidup yang memiliki nyawa, baik untuk tujuan ibadah maupun bukan, merupakan perbuatan yang diharamkan dalam Islam. Larangan ini didasarkan pada dalil yang menyebutkan adanya ancaman siksa bagi para pembuat gambar di akhirat. Hal ini menjadi peringatan serius bahwa tindakan tersebut tidak hanya dilarang secara hukum syariat, tetapi juga memiliki konsekuensi berat di akhirat bagi pelakunya.
2. Imam Syafi’I
Imam Syafi’I memiliki pandangan yang sejalan dengan mazhab Hanafiyah, yaitu mengharamkan menggambar makhluk hidup yang bernyawa. Keduanya sepakat bahwa tindakan tersebut tidak diperbolehkan dalam Islam. Meskipun demikian, ada pengecualian dalam hal ini, seperti pada pembuatan mainan anak-anak atau objek yang dianggap tidak bernilai penting. Pengecualian ini dimaksudkan untuk memperhitungkan konteks penggunaan yang tidak bertujuan untuk penyembahan atau penghormatan, sehingga dianggap tidak melanggar ketentuan syariat.
3. Mazhab Maliki
Imam Malik juga berpendapat bahwa hukum menggambar atau membuat patung makhluk hidup adalah haram, terutama jika patung atau gambar tersebut menggambarkan makhluk hidup secara utuh. Pendapat ini didasarkan pada kekhawatiran bahwa hal tersebut dapat membuka peluang untuk tindakan penyembahan atau penghormatan terhadap patung atau gambar tersebut, yang bertentangan dengan prinsip tauhid dalam Islam. Sebagai langkah pencegahan, mazhab ini menekankan larangan tersebut untuk menjaga kemurnian ajaran agama.
4. Mazhab Hanbali
Imam Hanbali juga menyatakan bahwa membuat gambar atau patung makhluk hidup adalah dosa besar. Mereka menekankan larangan ini sebagai langkah untuk mencegah munculnya praktik penyembahan berhala atau pengagungan terhadap patung yang dapat mengarah pada perbuatan syirik. Larangan tersebut bukan hanya berkaitan dengan aspek hukum, tetapi juga bertujuan untuk menjaga kemurnian tauhid dan mencegah penyimpangan dari ajaran Islam.
Dengan demikian, larangan pembuatan gambar dan patung yang menyerupai makhluk hidup terutama bertujuan untuk menghindari penyembahan kepada selain Allah SWT. Ayat dalam QS Al-Anbiya’ dan hadis Nabi menjelaskan bahwa penyembahan terhadap patung adalah praktik yang jelas bertentangan dengan ajaran tauhid. Oleh karena itu, larangan ini muncul dalam konteks budaya masyarakat Arab yang pada masa itu banyak menyembah patung. Namun Islam memberikan fleksibilitas dalam hal patung atau gambar yang digunakan untuk tujuan edukasi, seni, atau penghormatan, selama tidak mengarah kepada syirik. Hadis-hadis yang melarang gambar atau patung harus dipahami dalam konteks zaman Nabi, ketika patung sering dikaitkan dengan penyembahan berhala. Dalam konteks modern, penggunaannya yang tidak mengarah pada syirik, seperti untuk edukasi atau budaya, dianggap dapat diterima oleh sebagian ulama.
Penulis: Nur Muhammad Alhafiz (Mahasiswa Program Studi Ilmu Hadis UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi)
Editor: Khairini