Pada saat sekarang ini kita sering melihat adanya perdebatan dalam masalah ibadah terutama dalam masalah bacaan Al-Fatihah, bahkan adanya variasi dalam beribadah itu bukan karena perbedaan pandangan mazhab fiqih saja tetapi memang terdapat hadis-hadis yang tampak secara lahiriah bertentangan satu sama lain.
Hadis terkait bacaan makmum, berikut ini:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا الزُّهْرِيُّ عَنْ مَحْمُودِ بْنِ الرَّبِيعِ عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
Dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah.”
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى عَنْ الْحَسَنِ بْنِ صَالِحٍ عَنْ جَابِرٍ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ لَهُ إِمَامٌ فَقِرَاءَةُ الْإِمَامِ لَهُ قِرَاءَة
Dari Jabir Rasulullah bersabda: Barang siapa mempunyai (shalat bersama) imam maka bacaan imam adalah bacaannya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْصَرَفَ مِنْ صَلَاةٍ جَهَرَ فِيهَا بِالْقِرَاءَةِ فَقَالَ هَلْ قَرَأَ مَعِيَ أَحَدٌ مِنْكُمْ آنِفًا فَقَالَ رَجُلٌ نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِنِّي أَقُولُ مَالِي أُنَازَعُ الْقُرْآنَ قَالَ فَانْتَهَى النَّاسُ عَنْ الْقِرَاءَةِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا جَهَرَ فِيهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ selesai dari shalat yang beliau membaca (ayat Al-Qur’an) dengan suara keras di dalamnya. Lalu beliau bersabda: “Apakah ada seseorang di antara kalian tadi yang membaca bersamaku?” Seorang laki-laki menjawab, “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Aku bertanya-tanya, mengapa aku merasa ada yang bersaing dalam membaca Al-Qur’an?” Abu Hurairah berkata, “Maka sejak itu orang-orang berhenti membaca (bersama Rasulullah ﷺ) dalam shalat yang Nabi ﷺ membaca (ayat) dengan suara keras.”
Penyelesaian dengan pendekatan hadis mukhtalif:
Pada hadis di atas, terdapat ulama yang mentarjih (menguatkan) yakni memilih hadis bacaan imam sudah mewakili bacaan makmum karena dinilai lebih kuat dalam konteks shalat berjamaah sesuai dengan hadis nomor 2. Namun ada juga yang mengkompromikan atau jamak, hadis-hadis yang tampak bertentangan tersebut, yakni ketika imam sedang shalat jahar maka makmum diam dan mendengarkan imam, sedangkan ketika shalat sir (zhuhur dan ashar) maka makmum membaca surat Al-Fatihah. Berdasarkan hadis, tidak sah shalat jika tidak membaca Al-Fatihah sesuai dengan hadis yang pertama, dan bisa kita lihat di hadis yang ketiga bahwa bisa dikompromikan hadis-hadis yang tampak bertentangan tadi. Namun tidak bisa kita pungkiri juga, bahwa ulama akan berbeda pendapat.
- Pendapat yang Mewajibkan Bacaan Al-Fatihah bagi Makmum
Ulama seperti Imam Syafi’i berpendapat bahwa membaca Al-Fatihah adalah kewajiban mutlak bagi setiap orang yang shalat, termasuk makmum. Sebagaimana dalam hadis “Tidak sah shalat tanpa Al-Fatihah” sebagai dasar utama dan menakwil hadis lain yang melarang bacaan makmum sebagai tidak bertujuan untuk meniadakan kewajiban membaca Al-Fatihah
2. Pendapat yang Menggugurkan Kewajiban Bacaan Makmum
Ulama seperti Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa bacaan imam sudah mencukupi untuk makmum, terutama dalam shalat jahr. Mereka menguatkan pendapat ini dengan hadis “Bacaan imam adalah bacaan makmum” dan menganggap hadis “Tidak sah shalat tanpa Al-Fatihah” hanya berlaku untuk shalat sendiri atau sebagai imam.
3. Pendapat Kompromi
Sebagian ulama, seperti Imam Malik, berpendapat bahwa makmum hanya membaca Al-Fatihah saat imam tidak membaca dengan suara keras. Dalam shalat jahr, makmum cukup mendengarkan imam sesuai perintah dalam Al-Qur’an:
“Dan apabila Al-Qur’an dibacakan, maka dengarkanlah baik-baik dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raf: 204)
Dari hadis-hadis tersebut kita dapa melihat bahwa hadis-hadis tersebut mukhtalif (kontradiksi), sehingga wajar jika ada terjadi perbedaan perspektif ulama dalam masalah ini. Adapun untuk pendapat ulama mazhab Syafi’i bahwa Al-Fatihah wajib dibaca oleh makmum baik shalat jahr atau sir, dengan syarat membaca Al-Fatihah setelah imam selesai membacanya. Terdapat juga yang berpendapat bahwa bacaan imam sudah mewakili bacaan makmum. Hal ini seperti mazhab Imam Abu Hanifah. Dengan demikian, disini dapat kita pahami bahwa hadis itu kontradiksi hanya pada permasalahan ketika shalat jahar (shubuh, magrib, isya) apakah makmum juga membaca Al-Fatihah atau cukup mendengarkan imam saja. Adapun dalam shalat sir (zhuhur dan ashar) maka sudah tentu wajib bagi imam dan makmum untuk membaca Al-Fatihah sebab tidak sah shalat tanpa membaca surat wajib tersebut.
Penulis: Melki Hidayat (Mahasiswa Program Studi Ilmu Hadis UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi)
Editor: Khairini