
Kenaikan pajak, sebuah kebijakan yang seharusnya menjadi urat nadi pembangunan bangsa, kini menjelma menjadi pemicu kemarahan rakyat. Ketika angka-angka di atas kertas berubah menjadi beban yang nyata di pundak masyarakat, bara ketidakpuasan pun mulai menyala. Mereka yang biasanya diam, kini bergerak, berbaris, dan berkumpul di depan DPR, membawa serta spanduk-spanduk yang berisi pesan-pesan tajam yang begitu menyindir. Suara mereka bukan lagi bisikan, melainkan protes yang menuntut keadilan. Demonstrasi ini bukan hanya tentang nominal yang bertambah, melainkan tentang janji-janji yang tidak terpenuhi, keringat yang diperas, dan tentang kepercayaan yang sudah terkikis habis.
Aksi massa yang awalnya damai, tapi sayangnya seringkali berakhir dengan tragis. Pertemuan antara massa dan aparat keamanan tidak terhindarkan lagi, mengubah jalanan yang awalnya ramai menjadi medan pertempuran. Jeritan emosi beradu dengan peluit dan suara tameng, menciptakan kekacauan yang sudah pasti akan mengganggu ketenangan. Di antara kerumunan, ada yang terjatuh, terinjak, dan bahkan terluka. Korban-korban berjatuhan, tidak peduli apakah mereka demonstran yang berjuang untuk haknya ataupun aparat yang menjalankan tugasnya. Setiap tetes darah yang tumpah menjadi noda hitam yang akan sulit dihapus dari sejarah perjuangan ini.
Peristiwa tragis ini seharusnya menjadi cermin bagi para wakil rakyat di dalam gedung DPR. Suara yang tadinya hanya bergema di jalanan, kini berwujud tangisan dan luka. Mereka yang duduk di kursi empuk harus menyadari bahwa di luar sana, ada nyawa yang menjadi taruhan dari sebuah kebijakan. Korban-korban ini adalah pengingat pahit bahwa kekuasaan datang dengan tanggung jawab besar, dan setiap keputusan memiliki konsekuensi nyata. Mereka yang mewakili rakyat seharusnya tidak hanya mendengar, tetapi juga merasakan, penderitaan yang dialami oleh masyarakat.
Dengan adanya korban, demonstrasi ini telah naik ke tingkat yang lebih serius. Ini bukan lagi sekadar unjuk rasa, melainkan seruan darurat yang menuntut perhatian serius dari pemerintah dan juga DPR. Solusi tidak bisa lagi hanya berupa janji-janji kosong atau pernyataan politik yang menenangkan. Dibutuhkan langkah nyata, pertanggungjawaban, bahkan kebijakan yang berpihak pada rakyat. Kegagalan untuk menanggapi krisis ini dengan bijaksana dan empati hanya akan memperdalam jurang ketidakpercayaan, dan membakar kembali api kemarahan yang bisa membakar lebih banyak lagi.
Penulis: Syifa Aliya Zahra