Lentera di Ujung Kegagalan

Suasana pagi yang cerah di SMA Negeri 1 Cempaka terasa berbeda, udara kencang membawa harapan dan kecemasan. Detik-detik yang terasa seperti jam itu akhirnya tiba. Pengumuman siswa eligible akan segera diumumkan. Hampir seluruh siswa kelas dua belas berharap namanya masuk dalam siswa eligible sehingga bisa mendaftar kuliah jalur SNBP (Seleksi Nasional Berbasis Prestasi). Mereka ingin diterima di kampus impian tanpa jalur tes dan tentu menjadi suatu kebanggan juga bagi mereka. Salah satunya Dirga, siswa berprestasi dari kelas dua belas IPA 1. Dirga dikenal sebagai bintang kimia di sekolah ini karena banyaknya penghargaann yang sudah ia raih dalam mengikuti olimpiade kimia.

Langkah kaki guru mulai terdengar menuju kelas dua belas IPA 1, semua siswa segera mempersiapkan dirinya untuk belajar. “Sal, aku duduk sini ya, malas di belakang sendirian” Ilona menghampiri Salsa yang sedang duduk di depan. “it’s okay Naa, duduk aja mumpung kosong” sahutnya memberi senyum. Tidak lama guru mengumumkan siswa-siswi yang masuk eligible di kelas ini. Dirga, yang selama ini berada di puncak kelas merasakan jantung yang berdebar kencang dan keringat dingin bercucuran. Sorak sorai mulai memenuhi ruangan saat nama-nama eligible satu per satu disebutkan. Namun, dibalik euforia itu tersimpan pula kecewa yang mendalam bagi mereka yang namanya tak disebut.

“Dirgaaa, congrats ya akhirnya lo eligible satu, gue bangga Dir!” Usai pengumuman Salsa langsung menghampiri Dirga ke mejanya. Salsa adalah teman masa kecil Dirga hingga sekarang. “Gue masih belum nyangka Sal, btw semangat ya” ujarnya mengingat Salsa tidak masuk eligible. Dirga paham betul bagaimana patah hatinya Salsa tidak bisa mendaftar SNBP. “Ooh iya, masih ada jalur lain kok untuk mendapatkan PTN yang lo inginkan. Jujur gue nggak mau sepenuhnya berharap pada SNBP ini Sal. Karena saingannya ketat banget” tambahnya. “Hmm iya juga sih” Salsa mengangguk. “sepertinya gue butuh les untuk UTBK nanti” tambahnya. “Bagus tuh, nanti kalau lo juga butuh buku UTBK pinjam ke gue aja Sal,” sahut Dirga meyakinkan.


“Wah… okay makasih ya, tambah bangga gue punya teman seperti lo” ujar Salsa dengan polos. “ooh harus banget itu Sal. Nggak ada lagi teman sebaik gue” sahut Dirga percaya diri.
“Astaga… maaf Dir sepertinya gue salah ngomong tadi. maaf yaa, ooh iya kapan-kapan gue jemput bukunya ke rumah lo” ujar salsa serius dan langsung meninggalkannya.

Walaupun Dirga eligible nomor satu di angkatannya, dia tetap mempersiapkan diri untuk UTBK. Bahkan sudah jauh hari buku demi buku telah selesai dia pelajari. Dirga lebih memilih belajar di youtube dan buku ketimbang mengikuti les private karena jarak tempat les dengan rumahnya lumayan jauh. Waktu terus berjalan, sekarang tibalah saatnya memilih jurusan di perguruan tinggi. Dirga dengan rasa optimis dan yakin memilih ITB (Institit Teknologi Bandung) dengan jurusan Teknik Sipil. Dulunya ia bercita-cita menjadi pilot hingga pernah mendaftar di sekolah penerbangan. Namun setelah diterima, orang tuanya berubah pikiran dan menginginkan anak semata wayangnya itu menuntut ilmu di sekolah umum. Karena kebaktiannya terhadap orang tua, mengharuskannya mengubur dalam-dalam mimpi itu dan kini di SMA Dirga berkeinginan menjadi seorang insinyur sipil.

Hari yang paling menegangkan kembali dirasakan siswa-siswi yang lulus eligible, ya pengumuman SNBP telah keluar. Dirga dan empat temannya berkumpul di taman sekolah. Jantung yang berdebar kencang disertai overthinking yang tak karuan menghantui pikiran mereka. “Eh ayo… bareng-bareng aja kita bukanya” sahut Ilona di tengah perkumpulan temannya, Cindy, Fatimah,Dirga dan juga Bayu. “Duh…demi apa gue deg-degan banget ” sahut Cindy dengan wajah murung dan cemas.

“Apa bedanya Cin, gue juga gitu” tambah Ilona. “Udah-udah bismillah aja, kalau nggak lulus bukan takdir kita itu”Fatimah berusaha menenangkan. “ayo merapat guys… dalam hitungan tiga kita buka bareng-bareng ya” Ilona mulai menghitung mundur dan empat teman lainnya menutup mata dengan tangan sudah stanby di HP.

“Ayo buka matanya guys” bisik Ilona di tengah keheningan. “Woyyy gue lulus!” Bayu yang pertama kali buka mata mengagetkan temannya yang lain. “Aaa Alhamdulillah aku juga…” ujar Fatimah dengan mata yang berbinar kebahagiaan. “gue juga…” Ilona melompat kegirangan. Ekspresi gembira dan lega terpancar dari wajah Fatimah, Bayu dan juga Ilona. Tapi tidak dengan Cindy dan Dirga. “Tenang Cin, ini bukan akhir, kita bisa belajar bareng untuk UTBK nanti” bisik Dirga yang tau lebih dulu bahwa Cindy tidak lulus. Sontak Ilona dan Fatimah memeluk Cindy. “Semangat Cindyku, gue yakin lo bisa nanti, keep spirit” bisik Ilona memeluk erat Cindy. “Semangat Dir, gue yakin nanti lo bisa lulus SNBT” ujar Bayu sambil menepuk bahu Dirga. “Iya Bayy, selamat ya” Dirga membalas tepukan pundak Bayu. Dirga berusaha tetap tenang dan optimis, serta yakin takdir baik telah menantinya di depan.

“Guys kantin yukk. gue yang traktir” Tiba-tiba Bayu menyahut berusaha membangkitkan suasana. “Wah makanan gratis nih, let’s go girls” tambah Dirga mengajak Ilona, Cindy dan Fatimah. “Duh, tumben Bay, jadi segan kami ini…” Ilona membalasnya dengan candaan. Mengingat Bayu lah yang paling sering mentraktir di antara kami berlima. “Hah, sejak kapan lo segan Naa, biasanya lo yang paling gercep” mendengar itu membuat wajah Bayu berkerut.

“Sejak lo diterima UNPAD hehehehe” cengir Ilona. Melihat kelakuan Ilona membuat temannya yang lain lepas ketawa. “Bisa aja lu Naa” sahut Bayu sambil menggerut kepala . “Ayoklah nanti kita pesan yang paling mahal” Ujar Ilona bergegas ke kantin dengan Cindy dan Fatimah diiringi Bayu dan Dirga. “Iya pesan aja, ATM berjalan ada nih satu lagi” sahut Bayu melirik Dirga. Perteman mereka begitu akrab , tidak diragukan lagi sudah bertahan tiga tahun.

Hari-hari berlalu tanpa terasa, sampailah waktunya Dirga dan beberapa teman lainnya akan mengikuti seleksi perguruan tinggi lewat ujian, tidak lain adalah UTBK. Dirga tetap kokoh dengan jurusan pilihannya di tambah dengan jurusan Farmasi di Universitas Andalas. Dia berharap bisa lulus di salah satu universitas pilihannya terutama ITB.

Saat Dirga mengerjakan beberapa latihan soal, tiba-tiba notifikasi WA masuk. Ternyata notifikasi itu dari Salsa, dia ingat Salsa mengambil universitas yang sama dengannya namun jurusan berbeda. Selang waktu Dirga langsung membalas pesannya dan kembali mengerjakan soal. Keesokan harinya, ujian pun dimulai. Dirga dan Salsa melaksanakan ujian di salah satu universitas yang ada di provinsinya.

“Gimana ujiannya tadi Sal?” Selesai UTBK Salsa hanya terdiam, wajahnya yang murung mengundang pertanyaan dari Dirga. “Di luar ekspektasi Dirr, hanya beberapa soal yang benar menurut gue” jawabnya dengan wajah yang tampak kehilangan semangat. “Optimis aja Sal, apapun hasilnya nanti itulah yang terbaik, dan yang penting kita sudah berusaha” Dirga berusaha menenangkannya, meskipun sebenarnya pikirannya juga overthinking. “Kalau lo tadi gimana? Tanya Salsa serius. “ gue lillahi ta’ala aja Sal.

Beranjak beberapa minggu pengumuman SNBT pun keluar. Di kamar kecil yang dipenuhi harapan, Dirga berusaha optimis membuka hasil pengumuman. Tidak terlepas dari rasa overthinking dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri yang sedang berdebar-debar itu. Hari ini juga Dirga genap berusia delapan belas tahun, harapan akan keajaiban itu bisa datang padanya. Namun realita berkata lain, setelah melihat hasilnya lagi dan lagi Dirga kembali tidak lulus. Hari yang seharusnya menjadi hari spesial dan berkesan baginya berubah menjadi hari yang penuh kekecewaan dan kesedihan, hari yang membuatnya merasa seperti kehilangan arah dan tujuan. Dirga menatap buku-buku yang berjejer rapi di kamarnya, mengingat usaha yang dilakukannya selama ini tidak ada hasilnya. Harapan akan kuliah tahun ini telah pupus. Dia merasa dirinya manusia yang paling tidak beruntung di dunia ini. Kecewa semakin berlarut setelah Dirga tahu bahwa banyak temannya yang lulus, termasuk Salsa dan Cindy. Dia benar-benar merasa bodoh dan menyalahkan diri sendiri.

Di saat ia merasa dalam ambang kehancuran, teman-temannya hanya bisa memberi semangat lewat WhatsApp karena sebagian sudah berada di luar kota tempat mereka melanjutkan pendidikan. “Jangan fokus pada kegagalan nak, Kegagalan bukanlah akhir dari segalanya tapi awal dari sesuatu yang baru dan lebih baik.” begitu orang tuanya menasehati dan memberi semangat, namun Dirga tetap saja terpuruk. Iman yang biasanya menjadi tonggak hatinya kini telah goyah.

Pikiran yang di penuhi dengan kekecewaan membuat imun tubuhnya turun hingga dia jatuh sakit. Bahkan hampir satu minggu Dirga di rawat di rumah sakit. Selama dirawat, dia mulai merenungi sikapnya selama ini. Dirga sadar bahwa ego telah menguasai hidupnya, dia terlalu menuntut kesempurnaan hingga melupakan garis takdir. Dirga mencoba berdamai dengan dirinya dan mengikhlaskan segala sesuatu yang bukan untuknya.

Usai dari rumah sakit, Dirga mendapat saran dan semangat dari guru SMA nya. Dirga disarankan untuk mendaftar politeknik Statistika STIS (Sekolah Tinggi Ilmu Statistik). Dirga tertarik dengan hal itu namun dia kembali ragu karena nilai yang dicapai harus tinggi agar lulus. Karena adanya dukungan penuh dari kedua orang tuanya akhirnya dia coba mendaftar. Dirga berusaha bangkit dari abu kegagalan dan mulai kembali membangun harapan, lebih kuat dan lebih tegar dari sebelumnya.

Seiring berjalannya waktu pengumuman masuk politeknik pun keluar. Kembali di ruang kamar tempat yang pernah menjadi saksi bisu kekecewaannya pada waktu itu, Dirga membuka hasil pengumuman. Helaan napas panjang dan dentuman dada yang semakin kencang mendatangi keraguan padanya. Namun rasa penasaran yang menggila berhasil mendorongnya membuka hasil pengumuman itu. Tidak lama senyum lebar menghiasi wajahnya, kecemasan meledak dalam kebahagiaan. Dirga berhasil lulus, bahkan mendapati nilai yang paling tinggi diantara lainnya. Dirga terengah dan tak berhenti berdecap syukur, kenyataan ini bagai lentera yang menerangi kegelapanya. Kemustahilan berubah menjadi kemungkinan. Dia teringat pesan orang tuanya bahwa kegagalan bukanlah akhir, semua akan indah pada waktunya. Dirga yakin ini adalah takdir sekaligus hikmah yang diberikan Tuhan di balik kegagalan yang pernah ia lalui.

Penulis: Putri Diana

Loading

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *