
Surau dan Silek merupakan film yang menyajikan cerita bagaimana perjuangan seorang anak yatim yang bernama Adil untuk memenangkan kejuaraan silat di kampunya. Setelah sebelumnya sempat dicurangi oleh lawannya yang bernama Hardi. Adil tak putus asa, ia kembali mengajak mamaknya (paman) untuk latihan agar menang di pertarungan musim selanjutnya.
Namun di saat proses latihan, Adil bersama sahabatnya, Dayat dan Kurip terkejut akan keputusan mamaknya— Mak Rustam memilih untuk bertarung hidup dengan merantau seperti halnya anak bujang minang lainnya. Hingga di kala gundah akan kepergian sang guru tanpa kabar, ketiga sekawan ini justru pergi ke berbagai perguruan silat. Namun semua perguruan tidak dapat memenuhi keinginan mereka dengan syarat tertentu.
Hingga akhirnya setelah pencarian yang panjang, Adil, Kurip, dan Dayat menemukan guru silat mereka berkat bantuan sahabat wanita mereka yakni Rani. Dengan bantuan Rani mereka kembali belajar silat dengan seorang pandekar yang yang telah sukses menjadi akademisi di luar negri dan kembali ke kampung untuk mengabdi. Dengan usaha dan latihan tersebut, akankah ketika sekawan ini berhasil memenangkan kejuaraan silat di musim selanjutnya?
Film ini meski sudah 8 tahun rilis, namun konteks cerita dari film ini tetap relevan hingga saat ini. Terutama di Minangkabau Sumatra Barat, bagaimana degradasi dari setiap generasi terhadap adat dan agama. Dengan pendekatan Surau, generasi minangkabau dilatih serta ditempa setiap ilmu agama dan pesan moral agar berguna di masa depan nanti, begitu pula halnya silat yang kerap hanya dipandang sebagai seni bela diri, ternyata juga terdapat muatan spiritualitas yang kental dengan nilai-nilai Islam seperti halnya dalam pepatah “Lahia Silek mancari Kawan, Batin Silek mancari Tuhan” (Lahir Silat Mencari Kawan, Batin Silat Mencari Tuhan).
Namun problematika yang disajikan dari film, selaras dengan problematika yang lahir di tengah-tengah masyrakat Minangkabau saat ini. Mak Rustam yang saat ini sudah Bujangan, mengalami kegelisahan untuk mencapai tujuan hidup sehingga ia harus pergi merantau untuk bekal kehidupan nanti. Hal ini selaras dengan Adagium Minang:
Karatau Madang Di Hulu
Babuah Babungo Balun
Marantau Bujang Dahulu
Di rumah paguni Balun
Namun kerap fenomena tersebut seperti halnya gayung bersambut, tongkat estafet terhadap pengajaran agama dan budaya di Minangkabau kerap terputus akibat tradisi merantau ini. Di sisi lain ada juga sahabat Rustam yang bernama Cibia, hanya menjadi peramai kampung, karena kapasitas dalam ilmu agama maupun silat tidak sepenuhnya ia kuasai. Hal ini memang betul selaras dengan terputusnya tradisi dan budaya Minangkabau di suatu daerah disebabkan oleh tuntutan hidup bahkan tradisi lainnya seperti merantau harus dijalani.
Memang perguruan silat di Minangkabau begitu banyak, mulai dari aliran yang bersifat tradisional maupun modern. Namun dari pemaparan film terhadap plis minus kedua arus utama perguruan tersebut begitu terlihat, salah satunya meminta biaya yang lumayan, satunya lagi penuh dengan persyaratan yang bersifat mistis.
Namun di sisi lain, dalam hal penyelesaian masalah, meski ketiga anak ini pantang menyerah untuk mencari guru. Sehingga ketika menemukan guru yang yang bernama Mak Gaek Johar, mereka begitu riang, karena beliau tidak meminta persyaratan secara materil maupun rumit, melainkan teguh menerapkan syariat Islam yakninya Shalat, Solawat, dan Silat. Disinilah letaknya bagaimana integrasi nilai-nilai Islam dan adat selaras di Minangkabau ini. Yang mana silat tidak hanya sebatas beladiri melainkan salah satu metode pendekatan terhadap agama dan Tuhan dengan surau sebagai salah satu wadahnya.
Adapun keunggulan film ini terletak pada penggunaan bahasa yang didominasi Minangkabau, sehingga film ini terasa hikmat dan kental akan adatnya. Serta bagaimana film ini memasukan nilai-nilai moral di setiap scenenya sehingga menjadi menarik. Dalam hal sinematografi, film ini juga bagus meski sudah 8 tahun tetap nyaman ditonton dan seperti halnya film yang baru rilis.
Kekurangan film ini terletak sedikit pada alur yang mudah ditebak, serta beberapa casting dari pemain yang terkesan monoton. Namun untuk seusia tersebut, tidak begitu masalah dengan artis yang diambil telah melakukannya secara berani.
Dengan kiprahnya, film ini yang hampir memasuki satu dekade, setiap cerita yang disuguhkan tetap relevan dengan konteks kekinian di Minangkabau. Film yang disutradarai oleh Arif Malin Mudo telah mendapatkan berbagai anugrah penghargaan. Penulis pribadi memberi penilaian terhadap film ini 4/5, dan semoga setiap generasi di Minangkabau dapat menikmati film ini dan ditonton di setiap sekolah. Sehingga agama, budaya, dan tradisi tetap terjaga serta anak-anak menghargai setiap proses. Film ini dapat disaksikan di Platform Bioskop online seperti Netflix.
Judul: Surau dan Silek
Sutradara: Arief Malin Mudo
Produser: Dendy Reynando (Executive Producer), Emil Bias, Gilang Dirga
Pemeran: Bintang Khairafi (Kurip), Muhammad Razi (Adil), Bima Jousant (Dayat), Randu Arini (Rani), F Barry Cheln (Hardi), Dewi Irawan (Erna), Gilang Dirga (Mak Rustam), Komo Ricky (Irman), Praz Teguh (Cibia), Yusril Katil (Gaek Johar Hakim), Dato’ A Tamimi (Arman),
Produksi: Mahakarya Pictures
Bahasa: Minangkabau dan Indonesia
Tahun Rilis: 2017
Durasi: 90 Menit