Pariwisata di Sumatera Barat Terancam Krisis Sampah: “Yang Hilang Adalah Daya Tariknya”

Seorang petugas kebersihan berseragam orange memantau lingkungan sekitar Jam Gadang kota Bukittinggi

Di Jam Gadang Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, wisatawan baik anak-anak, dewasa hingga orang tua berkunjung setiap harinya. Mereka bermain di pelataran mulai dari pagi hingga malam hari. Mereka duduk di sekitar taman menikmati suasana sejuk dan bercengkrama hingga mengabadikan momen saat berada di kota Fort de Kock, sebutan kota Bukittinggi pada zaman kolonial Belanda.

Namun, entah sampai kapan keceriaan mereka bisa bertahan. Sebab, pemandangan indah di sekitar ikon wisata ini mulai tercemar oleh sampah plastik yang menumpuk di sudut-sudut taman dan area pedestrian.

“Sampah disini semakin hari semakin banyak, apabila tim kebersihan tidak membersihkan, ya sampah akan selalu berserakan” keluh Bu Ayu, seorang pedagang kaki lima yang sudah terbiasa dengan keadaan lingkungan di dekat Jam Gadang. “Kalau bukan waktunya untuk membersihkan, sampahnya bisa berserakan disana sini.”

Meski pemerintah setempat telah memasang tempat sampah di berbagai sudut kawasan, masalah pengelolaan sampah di Jam Gadang masih jauh dari kata selesai. Kurangnya kesadaran wisatawan dan penduduk lokal untuk membuang sampah pada tempatnya menjadi salah satu penyebab utama. Tekanan terus-menerus dari pengunjung ini dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan sekitar Jam Gadang, termasuk taman dan area publik lain disekitarnya.

Petugas kebersihan berseragam orange sedang menyapu area sekitaran Jam Gadang kota Bukittinggi

Krisis sampah menjadi sebuah problematika di kota Bukittinggi yang memberikan dampak begitu nyata terhadap lingkungan. Satu lagi, konsekuensi dari krisis sampah ini adalah hilangnya keunikan lingkungan kota Bukittinggi yang pada sejarahnya merupakan kebanggaan masyarakat dengan keindahan alamnya yang asri. Selain itu, lingkungan kota Bukittinggi juga semakin gersang akibat penebangan pohon terutama di pusat kepariwisataan kota Bukittinggi.

Industri pariwisata memang menjadi salah satu sektor terkemuka di kota kelahiran Bung Hatta itu. Banyaknya objek wisata yang menarik, menjadikan kota ini dijuluki sebagai “kota wisata”. Dengan julukan kota wisata ini, kota Bukittinggi menghadapi kenyataan yang kian kompleks akibat krisis sampah yang sulit teratasi.

Ancaman Terhadap Pariwisata dan Lingkungan

Selain mengurangi estetika kawasan wisata, berseraknya sampah di Jam Gadang juga berdampak buruk terhadap ekosistem sekitar. Sampah plastik yang tidak terkelola dengan baik dapat mengalir ke drainase, memicu banjir saat musim hujan.

“Ini perlu diperbaiki mindset dari pelaku ekonomi yang bersinggungan dengan lingkungan.” “Kita sebut penjual telur gulung yang ada disana ia tidak menyadari kalau usahanya bisa mengotori lingkungan. Hal ini menjadi sebuah tantangan dalam menjaga kelestarian lingkungan”. Ujar Nurul sebagai Gadih kota Bukittinggi 2023.

Meski industri pariwisata menjadi salah satu sektor terkemuka yang turut menggerakkan perekonomian kota Bukittinggi, tetapi tantangan besar muncul dalam menjaga keseimbangan dengan pelestarian lingkungan. Meningkatnya pengunjung, namun minim kesadaran dari masyarakat lokal khususnya pada wisatawan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

Kerumunan wisatawan berkunjung di Jam Gadang kota Bukittinggi pada siang hari

“Kalau tidak menjaga kelestarian lingkungan maka potensi pengembangan ekonomi juga akan menurun”. kata Haris, Bujang kota Bukittinggi 2023.

Bukittinggi adalah kota wisata dengan data BPS Sumbar yang mencatat bahwa kunjungan wisata selama 2024, kota Bukittinggi masih tervavorit. Meskipun sempat terdampak penurunan jumlah pengunjung akibat bencana banjir dan longsor Gunung Marapi yang memutus akses jalan menuju kota tersebut, Bukittinggi tetap menunjukkan ketahanan dan daya tarik yang kuat bagi para wisatawan.

Data tahun 2020, tercatat produksi sampah di kota Bukittinggi mencapai 40.424 ton. Tahun 2021 produksi sampah naik hingga 44.206 ton. Hal ini menunjukkan peningkatan produksi sampah yang pastinya akan berdampak langsung terhadap kelestarian kota. Kota Bukittinggi mengalami pasang surut dalam hal pengelolaan sampah, jika dilihat dari tahun 2020 ke 2021 produksi sampah mengalami kenaikan, namun pada tahun 2022 kemarin, memang produksi sampah menurun, akan tetapi hanya mengalami penurunan sedikit saja dan hanya menunjukkan angka di 38.238 ton. Hal ini terjadi karena status kota Bukittinggi sebagai kota wisata, dimana produksi sampah akan mengalami ketidakstabilan terlebih produksi sampah akan naik drastis ketika musim liburan tiba.

Berdagang di Jam Gadang adalah surga bagi para penjual, baik itu menjual minuman, makanan bahkan aksesoris sekalipun

Jam Gadang diperkirakan bakal menarik banyak pengunjung setiap tahunnya. Sejauh ini pemerintah kota juga telah melakukan penataan terhadap PKL (pedagang kaki lima) dan menerapkan aturan-aturan khusus, seperti kewajiban bagi PKL di sekitar Jam Gadang untuk mengenakan pakaian adat Minangkabau sebagai bagian dari upaya mendukung sektor pariwisata. Akan tetapi Pemerintah Kota Bukittinggi telah menetapkan beberapa peraturan daerah (Perda) yang mengatur pemanfaatan kawasan ini dengan terus berupaya menjaga dan meningkatkan kualitas destinasi wisata Jam Gadang melalui berbagai peraturan dan kebijakan yang bertujuan untuk memberikan pengalaman terbaik bagi para pengunjung.

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dari berbagai penelitian, didapatkan bahwasanya produksi sampah di Kota Wisata seperti Bukittinggi ini tentu saja akan dipengaruhi oleh jumlah penduduk kota, banyaknya tempat usaha, industri, dan lain-lain sehingga potensi timbulan sampah yang dihasilkan akan memiliki angka yang sangat tinggi.

Seperti Ayu, pedagang disekitar Jam Gadang yang terkena dampak dari krisis sampah. Ia memberikan pembuktian bahwasanya setiap pedagang disini diwajibkan memiliki tempat sampah sendiri demi membantu dalam menjaga kebersihan.

Ayu, orang Bukittinggi yang berprofesi sebagai pedagang di Jam Gadang

Mengutip dari buku Jakstrada DLH Kota Bukittinggi Tahun 2022, skema pengelolaan sampah kota Bukittinggi menunjukkan bahwa dalam mengelola sampah, pemerintah kota Bukittinggi diawali dengan pewadahan sampah di sumber-sumber seperti dari jalanan, sekitaran lingkungan rumah warga, ataupun daerah-daerah lainnya yang menghasilkan sampah tanpa pemilahan, kemudian sampah tersebut akan diangkut dengan pola pengangkutan secara individual atau dikhususkan. Seluruh sampah yang telah terkumpul sementara waktu akan dikumpulkan di TPS yang tersedia dengan diangkut menggunakan truck sampah yang sudah khusus ditugaskan.

Setelah itu, tanpa adanya pengolahan, sampah tersebut kemudian akan secara berkala dibawa dan dialihkan menuju pembuangan akhir atau TPA. Berdasarkan hasil wawancara, pembuangan sampah di Jam Gadang akan dibuang ke Padang.

“Petugas lapangan pergi membuang sampah yang berlokasi akhir di Air Dingin Kota Padang.” Tutur Mardius sebagai Pengawas Lapangan Dinas Lingkungan Hidup Kota Bukittinggi.

Mardius bercerita tidak jarang ia harus menegur wisatawan ataupun pedagang di sekitaran Jam Gadang demi menjaga lingkungan agar tetap bersih

Adapun strategi adaptasi yang diterapkan di kota Bukittinggi untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan pemerintah lokal terutama dalam mengatasi dampak krisis sampah, petugas kebersihan mengambil langkah-langkah dengan cara bekerja dan mengingatkan kepada masyarakat (komunikasi persuasif) secara bijaksana. Seperti, ketika ada pedagang yang nakal dalam menjaga kebersihan lingkungan, maka petugas kebersihan lingkungan akan langsung menegur dan mengingatkan mereka dan jika terdapat pengunjung yang buang sampah sembarangan maka petugas kebersihan lingkungan akan langsung menegur dan menghimbau.

Peta Lokasi Jam Gadang

Ketika melakukan suatu peliputan, tentu yang bersangkutan menemukan beragam perspektif, baik itu dari sisi narasumber yang mengemukakan sudut pandang berbeda, dan begitupun dengan hasil pengamatan ataupun kesaksian penduduk setempat. Beragamnya perspektif ini dalam penelitian merupakan hal yang wajar, justru kendati demikian hal ini merupakan karakteristik laporan indept yang berkualitas.

“Yang dilihat saat ini kebersihan di Jam Gadang lumayan bersih dan tidak ada melihat sampah yang berserakan.” Begitu kata Afrida ketika diwawancarai di Jam Gadang.

Afrida mengapresiasi kebersihan lingkungan di Jam Gadang

Meskipun demikian, hal ini akan menghasilkan penelitian yang berimbang karena mencakup semua pihak yang menyajikan perspektif untuk memberikan  gambaran lengkap tentang situasi di Jam Gadang.

Dalam sejarah tercatat bahwasanya kota Bukittinggi merupakan kota penghasil sampah terbesar di Sumatra Barat. Tingginya jumlah kunjungan masyarakat luar ke Kota Bukittinggi untuk berwisata, mengakibatkan volume sampah menjadi meningkat. Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, saat ini terdapat 125.23 ton timbulan sampah harian yang dihasilkan dari kegiatan masyarakat di Bukittinggi.

Dengan jumlah penduduk sekitar 121.588 jiwa, masing-masing orang setidaknya menghasilkan satu kilogram sampah per harinya. Diantaranya 55,98% merupakan sampah oragnik yang terdiri dari makanan dan tumbuhan, dan 44,02 adalah sampah anorganik. Pada tahun 2019, Bukittinggi menghasilkan 113.43 ton timbulan sampah setiap harinya. Dengan produksi timbulan sampah tahunan sebanyak 41,402.80 ton. Sedangkan pada tahun 2022, kota kelahiran Bung Hatta itu menghasilkan 45,707.54 ton sampah per tahun.

Krisis sampah telah menjadi masalah global yang tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga pada  budaya lokalnya. Sebagai kota yang kaya akan tradisi dan warisan budaya, Bukittinggi memiliki hubungan erat antara kebersihan lingkungan dan kelestarian nilai-nilai budaya lokalnya. Lingkungan yang bersih merupakan bagian tak terpisahkan dari budaya lokal masyarakat, sebut saja gotong royong, alek nagari dll. Namun, meningkatnya produksi sampah, kurangnya pengelolaan yang baik, serta pola hidup modern ataupun dinamikanya mulai mengancam keseimbangan ini. Ketika krisis sampah terjadi, bukan hanya estetika kota yang terganggu, tetapi juga tradisi dan nilai-nilai lokal yang terancam luntur. Hal ini menunjukkan bahwa terkait masalah sampah tidak hanya soal teknis, tetapi tak ayal juga soal menjaga warisan budaya yang telah mengakar kuat di masyarakat.

Petugas kebersihan berseragam orange di Jam Gadang

Jam Gadang merupakan ikon kebanggaan Bukittinggi yang selalu ramai dikunjungi wisatawan, terutama saat akhir pekan. Sayangnya, sampah plastik ataupun bungkus makanan sering kali berserakan di sekitar area taman. Bim adalah salah satu petugas kebersihan di dekat Jam Gadang yang setiap hari sibuk menyapu dan memungut sampah agar tempat itu tetap terlihat bersih dan nyaman untuk dikunjungi.

“Kami disini sebagai petugas kebersihan lingkungan setiap hari bekerja, dan membersihkan semua sampah yang berserakan di sekitaran Jam Gadang.” kata Bim, menambahkan betapa kotornya Jam Gadang apabila tidak kami yang turun langsung.

Penelitian ini, mungkin bisa kami sebut bekerjasama dengan lembaga lingkungan yakni Dinas Lingkungan Hidup (DLH) kota Bukittinggi.(*)

Wartawan: Khairini, Ravikhatul Fitri, Dina Azizah

Loading

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *