
Indonesia bukan hanya negara yang beragam tetapi kaya akan budaya dan agama. Mulai dari beragamnya suku, ras, bahasa hingga agama. Jika kita lihat agama pun juga tidak hanya satu, tetapi banyak agama yang bagaimanapun harus kita akui keberadaannya.
Dalam ranah sosial, budaya yang diyakini sebagai tradisi turun temurun oleh masyarakat terkadang mengalami ketidaksesuaian makna dengan agama. Tak ayal pertentangan antara budaya lokal dengan agama seolah menjadi problematika apabila diantara keduanya disandingkan bersama.
Budaya atau culture dimaknai sebagai produk manusia atau segala hal yang dihasilkan dari kebiasaan manusia. Seolah hanya membatasi bahwa budaya tidak selalu bisa dibandingkan dengan agama. Hal ini karena budaya hanya sebagai hasil ciptaan manusia sedangkan agama merupakan seperangkat keyakinan yang tidak mungkin mengandung kebatilan. Disini pada akhirnya, ketika budaya yang tetap kuat pada pendiriannya, selalu mencerminkan keunikan budayanya yang bertentangan dengan prinsip-prinsip keagamaan yang kokoh. Maka dalam hal ini kita perlu mengadopsi sikap moderasi, yaitu cara pandang, sikap dan perilaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah, bertindak adil, dan tidak ekstrim dalam beragama.
Terlepas dari sikap toleransi, sikap moderasi dirasa perlu, mengingat hal itu bisa dikatakan sebagai jalan keluar satu-satunya dalam menghadapi keberagaman budaya dan agama. Sikap moderasi harus hadir di setiap pemeluk agama, menghargai perbedaan dan menjadikan agama sebagai lampu pemandu utama dalam menjaga harkat dan martabat manusia, berlaku damai serta menjunjung tinggi kebaikan. Sikap moderasi menjadi akomodatif dalam menghadapi multiculture dan multireligius. Sikap moderasi sejatinya dapat menjadi sikap hidup yang damai dalam keberagaman.