
Membahas masalah kekeluargaan tidaklah pernah ada habisnya, karena akan ada saja suatu hal yang menarik di dalamnya, sebagaiman kisah yang dimuat dalam film “Mirachel In Cell No.7”. Film Mirachel In Cell No.7 merupakan sebuah film menarik pada tahun 2022 yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Film ini digarap dari sebuah film korea yang dengan judul yang sama dan disutradarai oleh Lee Hwan Kyung. Film yang berdurasi sekitar 145 menit ini membawa kisah tentang bapak Dodo Rozak yang diperankan oleh Vino G. Bastian dan anaknya Ika Kartika yang diperankan oleh Graciella Abigail, seorang pimpinan lapas Hendro Sanusi yang diperankan oleh Denny Sumargo, turut juga beberapa teman lapas Dodo, Japra (Indro), Zaki (Tora Sudiro), Yunus “Bewok” (Rigen Rakelna), Atmo “Gepeng” (Indra Jegel), dan Asrul “Bule” (Brian Domani). Mirachel In Cell No.7 ini berarti keajaiban yang terjadi pada sel No.7 di suatu lapas.
Film ini membawa kisah mengharukan sosok Dodo Rozak sang penjual balon dan juga menyandang disabilitas intelektual dengan seorang putrinya Ika Kartika dan istrinya sendiri telah meninggal. Kondisi Dodo yang begitu terbatas tidak menghalanginya untuk menjadi sosok ayah bagi Ika, dengan profesinya sebagai penjual balon ia berusaha membahagiakan putrinya tersebut dan bahkan antara Dodo dan putrinya terlihat selalu bahagia dan begituceria.
Profesi Dodo tersebut membawanya pada peristiwa yang harus berujung dimasukkannya ke dalam tahanan dan dihukumi hukuman mati. Di dalam lapas, Dodo ditempatkan pada sel No.7 dan diberlakukan dengan buruk oleh penghuni lapas tersebut. Segala perlakuan buruk tersebut berubah dengan upaya yang dilakukan oleh Dodo untuk menyelamatkan pimpinan sel tersebut. Sehingga terjadilah penyelundupan anak Dodo ke dalam sel karena rasa rindu Dodo pada anaknya.
Tragedi kebarakan yang terjadi di lapas merubah cara pandang Hendro sebagai ketua lapas kepada sosok Dodo, sehingga Hendro berusaha mengkaji kasus yang menjerat Dodo dan mengajukan banding kepada pengadilan negeri. Ketika banding ini diterima, Dodo dibantu oleh penghuni sel No.7 untuk memahami dan menjelaskan peristiwa tersebut, alangkah ganasnya orang tua dari melati yang merupakan ketua partai dan juga memiliki jabatan melakukan berbagai hal agar Dodo tetap dicap bersalah.
Film ini ditayangkan secara perdana di bioskop pada Desmber 2022. Film ini mengandung banyak sekali pelajaran dan hikmah yang didapatkan oleh penonton baik itu sosial, keluarga dan feodalisme. Film ini sangat menyentuh hati setiap orang yang menontonnya, bagaimana tidak?, seorang yang menderita disabilitas intelektual dapat menjadi sosok ayah yang baik bagi putrinya, bahkan dengan keterbatasannya itu secara khusus yang membuat anaknya menjadi bahagia. Dari sinilah kita dapat paham dan mengambil pelajaran bahwa kebahagiaan suatu keluarga itu tidaklah hanya tergantung dengan materi, akan tetapi bagaimana cara kita untuk bahagia, menikmati segala yang ada dan memanfaatkan semaksimal mungkin.
Seorang anak kebahagiaannya tidaklah hanya uang, jajan dan lainnya, akan tetapi tidaklah ada suatu kebahagiaan yang lebih besar dirasakan oleh seorang anak kecuali kehadiran dan kebersamaan dengan kedua orang tuanya. Dodo dengan keterbatasannya itu dapat melatih anaknya menjadi seorang yang mandiri dan tangguh, hal ini dapat kita lihat ketika ia tinggal dengan Hendro dan istrinya, saat selesai makan, “ kata bapak Dodo, kalau ngerjain sesuatu itu, harus selesai”.
Nilai suatu kebaikan yang dilakukan pun sangat terasa di film ini, yang mana Dodo melakukan dua kali kebaikan, yakni yang pertama, ia menyelamatkan Japra dari percobaan pembunuhan yang dilakukan, hal ini membuat Japra dan anggotanya menjadi kawan baik Dodo dan sudah seperti keluarga, sehingga Dodo dapat beberapa kali bertemu dengan anaknya di dalam sel tersebut, bahkan Dodo tidak sekalipun diperlakukan buruk oleh mereka.
Kedua adalah ketika Dodo menyelamatkan Hendro (kepala lapas) dari peristiwa kebarakan yang terjadi, hal tersebut membuat Hendro berniat untuk menyelidiki kasus yang menjerat Hendro tersebut, sehingga ia mengajukan banding ke pengadilan negeri. Tidak hanya itu beberapa kali ia membiarkan Ika bersama Dodo di dalam sel, dan juga membawa Ika kerumah dan merawatnya.
Dalam film ini kita juga dapat melihat betapa buruknya sifat orang-orang yang berkuasa secara umum. Willy sebagai orang tua dari Kartika dan memegang jabatan penting dalam pemerintah dengan segala upayanya dia menuntut agar Dodo dihukum mati apapun caranya, bahkan ia mendatangi kepala lapas dan memperingatinya akan hal yang dilakukannya. Bahkan ironisnya ia mengancam akan membunuh ika Kartika jika Dodo dinyatakan bebas dalam banding yang dilaksanakan. Sungguh hal yang sangat mengkhawatirkan ketika penguasa menggunakan kuasanya untuk menindas dan merugikan orang lain demi nama baiknya, posisinya, dan juga kepuasan hatinya.
Dengan kuasa yang digunakan Willy tersebut dan juga turut dibantu dengan kebobrokan petugas penyidik dan penyelidik, bagaimana bisa mereka banyak melupakan hal penting dalam suatu kasus, seperti melihat rekaman cctv dan juga memperhatikan bukti visum rumah sakit yang jelas menyatakan tidak ada bekas pukulan ditubuh Ika Kartika seperti yang dituduhkan.
Film ini memiliki banyak kelebihan terutama pada akting para tokohnya yang sangat mendalami peran mereka masing-masing serta kejelasan kalimat sehingga mudah untuk dipahami (kecuali Dodo sebagai penderita disabilitas). Meskipun banyak pesan moral yang disampaikan dalam film ini, akan tetapi adegan pada film ini terdapat beberapa bagian kurang cocok untuk disaksikan dalam anggota keluarga terkhususnya anak-anak, karena beberapa adegan kekerasan dan juga perkataan kasar seperti kata “jancok”, dan juga beberapa penonton akan merasakan kebingungan karena alur yg digunakan adalah alur non-linear, yang mana ia menceritakan kisah akhir yaitunya PK yang dilakukan oleh Ika Kartika, lalu di tengah itu cerita melompat ke masa lalu Ika Kartika.
Judul: Mirachel In Cell No.7
Asal: Film Kore dengan Judul Yang Sama
Sutradara: Hanung Bramantyo
Skenario: Alim Sudio
Pemeran: Vino G. Bastian (Dodo), Graciella Abigail (Ika), Indro Warkop (Japra), Tora Sudiro (Zaki), Rigen Rakerna (Bewok), Indra Jegel (Gepeng), Brian Domani (Bule), Denny Sumargo (Hendro), dan lainnya
Produksi: Falcon Pictures
Tahun Rilis: 2022
Durasi: 145 Menit
Bahasa: Indonesia
Resensator: Elgi Kurniawan