Polemik Ormawa diujung Kepengurusan

Di penghujung tahun 2024 ini sudah waktunya untuk masa peralihan kepengurusan bagi setiap Ormawa (Organisasi Mahasiswa). Menariknya pada saat tahap menuju ending ini, semua ‘bisul-bisul’yang sempat tumbuh kini kembali meradang. Selain itu, perhelatan PEMILWA yang di gadang-gadang sebagai pesta demokrasi bagi mahasiswa turut mewarnai ragam opini yang absurd di kampus hijau ini.

Di UIN SMDD Bukittinggi, dua ormawa yang menerapkan corak demokrasi turut memberi perhatian. SEMA U sebagai Lembaga Senat Mahasiswa yang berfungsi sebagai pembuat aturan dan kebijakan. Sedangkan DEMA U yang menjalankan aturan, toh jika mau digiring pada Trias Politica ala Montesqiue terdapat Warek III sebagai pengawas akan jalannya semua sistem di Ormawa ini.

Pemerintahan Senat mahasiswa pada periode tahun ini bermula sejak 08 Maret, hal ini sedikit terlambat dari kepengurusan ormawa lain termasuk DEMA U yang telah dilantik sejak 22 Januari. Namun uniknya kedua kepengurusan ini memiliki paradigma berbeda dalam menentukan tujuan sehingga terdapat kesalahpahaman yang semakin mendalam karena didiamkan. Pasalnya pada Sidang Paripurna untuk pengesahan Proker DEMA U, sempat ditolak karena terdapat sanggahan yang membuat pihak SEMA U merasa tidak enak dan cendrung sentimentil. Sehingga dalam versi SEMA U pihak sebelah telah melakukan “walk out” dan persidangan tanpa membuahkan hasil.

Lanjutnya dalam ujaran pihak SEMA U kemudian juga kembali turut mengundang DEMA U untuk melakukan sidang Paripurna setelah libur lebaran Idul Fitri untuk penetapan Proker namun dari DEMA U tidak merespon sama sekali. Lantas seiring berjalan waktu pihak DEMA U kembali meminta permohonan untuk sidang pada di bulan September disaat awal perkuliahan semester ganjil, namun kali ini pihak SEMA U menolak dikarenakan sudah terlambat.

Lantas siapa yang salah pada kasus ini? Sepertinya sama-sama tidak ada salah toh jika mau disalahkan maka keduanya sama-sama bersalah pada moment ini. Memang benar Proker dari DEMA U jika tanpa pengesahan dari Senat mahasiswa juga tidak berlaku hingga nanti LPJ. Namun disisi lain SEMA U memang telat membentuk kepengurusan karena lain hal sehingga disaat dinamika terjadi bagi Eksekutif sudah mencapai separuh waktu sedangkan bagi senat baru memulai. Maka dari itu alangkah baiknya ego serta sentiment di kesampigkan dalam penyelesaian ini agar setiap program dari kedua belah pihak dapat berjalan baik.

Kini jika kita beranjak pada fenomena saat ini terdapat sebuah ‘bisul lain’yang segera meletus dengan berbagai persoalan. Salah satunya Arogansi SEMA U yang justru merasa sedang diatas angin dengan bahasa kekinian si Paling Benar. Memang secara demokratis Senat memiliki hak dan kewajiban untuk membuat peraturan, namun kawan-kawan dari senat mungkin terlupa bahwa mereka diutus oleh masing-masing Prodi untuk menyalurkan aspirasi dari setiap keluhan. Menampung dan mendengarkan menjadi tugas dari Senat untuk dapat benar-benar menjalankan tugas bukan hanya sekedar manut pada gaya berpikir pimpinan. Dalam Forum semua anggota senat itu setara dan berhak menyampaikan opini dan keresahannya dalam menetapkan peraturan, karena setiap jurusan memiliki ragamnya tersendiri. Kawan-kawan Senat sudah seperti dalam lagu Iwan Fals “wakil rakyat bukan paduan suara, hanya tahu nyanyian lagu setuju”.

Hingga saat ini berbagai kritikan dan berita simpang siur dalam rangka menggoyahkan senat ini, namun bagaimana sebaiknya? Sudah seharusnya dalam prinsip demokrasi setiap Lembaga dikritik untuk menghasilkan ketegangan naratif. Dan pada tahap ini pihak SEMA U cendrung bersikap otoriter dan anti kritik bahkan di masa Pemilwa ini, adanya perlakuan yang tidak mengenakan oleh paslon dengan membuat video permintaan maaf. Padahal kritik hanya disampaikan dan kemudian dijawab oleh pihak Senat agar pemahaman komprehensif bagi setiap paslon, bukan cara intimidatif seperti itu.

Terkait PEMILWA yang akan berlangung pada 11 Desember nanti, pihak Senat sudah melakukan persiapan yang lebih baik ketimbang tahun sebelumnya. Namun bagi sebagaian mahasiswa kurang memhami bagaimana regulasi sehingga berita menyimpang sempat hadir. Namun ada baiknya sosialisasi dilakukan lebih masif oleh pihak penyelenggara baik itu KPU maupun Bawaslu sebagai badan pengawas. Sehingga berita negatif dapat tersapu dengan gaya edukasi dari SEMA U. Bahkan alangkah baiknya membuat video karena kita zaman generasi ini telah Audio Visual.

Diagram hasil survey pemilwa Presma

Dan dari hasil survey yang dari pihak LPM Al-Itqan sebarkan pada 29 November kemarin, kenaikan antusiasme partisipan untuk menggunakan suaranya lebih dari 75%. Hal ini sebuah dampak positif yang dihadirkan Senat mahasiswa agar harumnya demokrasi di kampus ini. Namun yang cukup disayangkan pada penilaian terhadap SEMA U sebagai penyelenggara PEMILWA ini, dengan ketersedian point nilai dari 1-10, rata-rata tingkat kepuasan mahasiswa hanya mencapai pada nilai 5,4. Yang secara nominative sudah mencukupi pada tingkat puas namun belum mencapai pada tahap yang menyenangkan.

Pada akhir tulisan ini, kami selaku penulis telah berusaha untuk se-objektif mungkin dengan harapan kedua ormawa tersebut dapaat mengevaluasi dan merefleksikan bagaimana agar terjalannya roda demokrasi ini. Dialektika sangat dibutuhkan untuk menghasilkan cita-cita bersama, namun egoisme yang membawa pada nilai otoritanian lebih baik untuk disingkirkan. Karena jika berlarut pada dinamika yang tidak berkesudahan hanya akan membawa hasil yang kontra-produktif dan sama-sama merugikan bagi kemajuan kampus.

Loading

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *